Pantai Sawarna Banten, Menggali Surga Yang Tersembunyi
05 Juni 2013 sidang skripsi yang dinanti akhirnya berhasil
aku lalui. Setelah lebih dari lima bulan bergulat dengan data penelitian yang
tak kunjung berujung. Pembimbing skripsi dan akademik pun hanya berwujud
simbolisasi. Hampir putus harapan dan masih belum ngerti juga sampai saat ini
kenapa dapet pembimbing yang model begini. Whatever dan sekarang tinggal
ngerjain revisi, semoga beliau diberi kesehatan di usianya yang telah senja.
Sidang berakhir dan perayaan dimulai. Sawarna menjadi
pilihan pertama setelah melakukan negosiasi (baca: bujuk rayu) dengan beberapa
teman-teman dari tiga hari sebelumnya. Sidang usai pukul 15.30, lalu datang ucapan 'selamat' beruntun dan sms dari peserta inti yang mengakibatkan perjalanan Sawarna hampir saja tertunda. Namun gak sia-sia juga belajar teknik lobbying, kepake juga akhirnya, daaan 2 mobil berisi 11 awak pun cusss menuju Sawarna. Pantai Sawarna ini terletak di kecamatan Bayah
kabupaten Lebak, Banten. Tepat pukul 23.00 WIIB perjalanan dimulai dari Pejaten
Barat Jakarta menuju Pandeglang. Tak terasa sampai jam 05.00 kami masih saja menyusuri jalan
yang belum terlihat mana ujungnya. Infrastuktur jalan yang payah dari daerah di
bawah pimpinan Ratu Atut Chosiyah ini benar-benar menguras tenaga. Hujan deras
mengguyur ditambah jalan raya yang bolong di sana-sini membuat kami ingin putar
balik pulang ke Jakarta.
Waktu menunjukkan pukul 08.00 dan pemandangan pantai sudah
mulai menghiasi perjalanan. Lelah hilang seketika dan hanya decak kagum yang
berkicau di pagi itu. Ada beberapa pilihan pantai yang dapat kita kunjungi
sebelum singgah di Sawarna. Mulai dari pantai berpasir putih, pantai tempat
para nelayan mencari ikan, hingga pantai yang dihiasi banyak karang, juga
beberapa model pantai lagi yang sulit penulis deskripsikan. Untuk menuju pantai
Sawarna, kita harus melewati sebuah jembatan kayu yang panjangnya ±
500m melewati aliran sungai deras yang mengarah langsung ke laut. Lebih seram
lagi jembatan tersebut hanya ditopang di ujungnya membuat badan jembatan
bergoyang ke kanan dan kiri. Kita juga melewati pedesaan Sawarna
dan fasilitas kamar dan villa yang dibangun layaknya sebuah desa. Jarak dari
parkir mobil menuju pantai Sawarna sekitar 1,5km, bagi yang tidak kuat berjalan
jauh disediakan fasilitas ojek bertarif Rp10.000.
Yang membuat Sawarna menarik adalah pemandangan
alamnya yang indah dan air lautnya yang hijau. Pohon kelapa berbaris menjuntai dan tertata rapi di sekitar gunung. Batuan
karang yang kokoh menjulang tinggi di tepian pantai. Alamnya ditumbuhi berbagai
tanaman menarik pandangan mata, masih sangat terlihat alami. Karena
keindahan alamnya, konon pekarangan pantai Sawarna juga sering digunakan untuk
kegiatan entertainment (baca: syuting). Aliran sungai penghubung laut yang kita lewati di awal,
menimbulkan sebaris warna coklat panjang membelah laut Sawarna. Timbul warna coklat di
antara hijau, entah kenapa warna tersebut tidak menyatu. Di tepi pantai nampak
berbaris sampah alam yang dibawa air laut saat pasang, semoga tak bertambah
sampah manusia.
Keindahan Sawarna semakin lengkap dengan warna-warni keceriaan para teman-teman. Perang pasir dan berenang menantang ombak menjadi hiburan yang
membawa kita flash back lupa usia. Anak kecil tak membutuhkan alasan untuk
bahagia, mereka marah dengan hebat lalu lupa. Lantunan musik dari gitar yang dipetik Ka Andika turut mewarnai aktifitas
liburan di Sawarna. Kebersamaan yang harus sering dipupuk walau beberapa
anggota harus merelakan tanggal merah dengan membatalkan jadwal janjian bareng pacarnya.
Hakikatnya tempat manapun menjadi sangat indah saat kita dapat membangun
keindahan di dalamnya. You guys are rocking that day!
NB: Terima Kasih kepada pihak yang bertugas: Tyak, Anggi, Unga, Ka Usturi, Ka Desta, Ka Fai, Ka Imam, Ka Bara, Ka Asep, ama 1 lagi Ka Andika.
Comments