Tentang lupa dan perihal kehilangan
Penulis seringkali mengalami lupa dan kehilangan. Saat mengalami
hal keduanya ada beberapa perasaan negative yang datang. Merasa bodoh kenapa
harus (bisa) lupa, benci kepada diri sendiri karena lalai, dan penyesalan mendalam,
apalagi untuk kehilangan hal-hal berharga. Sepeda, laptop, dompet, uang, dll. Beuuh
apalagi waktu penulis sempat kehilangan pacarnya, tahu sendiri kan gimana
rasanya (curcol abiiss :p), pengen banget ditabrak Ferrari (dan atau sejenisnya) lalu lupa ingatan. Penyakit
lupa yang mengakibatkan kehilangan memang sangat merugikan dan penyesalan di
belakang (kalo di depan nammanya pendaftaran yaa). Apalagi ketika penyakit ini
menyerang usia produktif, akan lebih berbahaya tentu. Namun setelah beberapa
kali mengalami kerugian karena masalah lupa dan kehilangan suatu hal, membuat
penulis menemukan beberapa jawaban atas penyebabnya. Apakah mengalami kehilangan akibat lupa, merupakan keteledoran kita pribadi atau garis takdir Tuhan yang Ia tuliskan?
Dalam agama Islam diterangkan sebuah hadits al-insaanu mahallu al khoto’ wa al-nisyanu yang
artinya sesungguhnya manusia adalah tempat kesalahan dan lupa. Bagi yang
percaya agama, anggap saja lupa merupakan fitrah dan salah satu desain Tuhan
dalam komponen manusia. Maka dari itu dalam agama Islam ada system rukhsoh atau keringanan yang diberikan
kepada manusia yang kadangkali lupa (karena tidak disengaja) ketika menjalankan
ibadah. Okay, penulis pribadi agak senang kalo lupa dalam masalah ini. Toh memang
Islam sangat pengertian dalam menghargai kelemahan manusia yang satu ini. Eitss
asal jangan sampai mempermudah pelaksanaan ibadah dalam Islam lho yaa (catet!).
Saat kita lupa hanya ada status yaitu lupa. Jarang ditemui
setengah ingat dan setengah lupa. Saat kita ingin mengingat seseorang dan hanya
ingat bentuk rambut, berarti kita mengingat salah satu dari bentuk tubuhnya dan
bukan orang tersebut. Mungkin kalo kita mau, hal lupa sendiri bukanlah suatu
keinginan seseorang untuk mengalaminya. Kecuali melupakan hal-hal yang tidak
diinginkan, melupakan mantan contohnya. Tapi kita harus ingat bahwa hal-hal
buruk yang terjadi di sekitar kita tidak untuk kita lupakan atau menjadi
penyesalan kecuali untuk pembelajaran.
Hilang dan kehilangan. Hakikatnya semua yang melekat dalam diri kita sekalipun adalah bukan milik kita. Semua hanya pinjaman, titipan Tuhan ujar orang beriman. Sesuatu yang hilang sudah relakan saja. Toh dengan penyesalan yang berkepanjangan ia pun belum tentu kembali. Yang membedakan hanya keikhlasan, dengan ikhlas kita akan melepas barang yang hilang dengan tenang. Setidaknya tidak menjadi sesuatu beban pikiran.
Bukan excuse atas kesalahan-kesalahan yang terjadi akibat penyakit lupa ini, melainkan STOP menyalahkan diri sendiri saat kehilangan sesuatu akibat ulah lupa dari diri sendiri. Lupa sendiri sebenarnya bisa dicegah dengan melakukan hal-hal positif yang berkelanjutan. Seperti membiasakan meletakkan/menyimpan barang sesuai dengan tempatnya, membuat catatan kecil (do list) atas kewajiban-kewajiban yang harus kita kerjakan, juga menjaga produktivitas kerja otak dan kesehatan.
Bukan excuse atas kesalahan-kesalahan yang terjadi akibat penyakit lupa ini, melainkan STOP menyalahkan diri sendiri saat kehilangan sesuatu akibat ulah lupa dari diri sendiri. Lupa sendiri sebenarnya bisa dicegah dengan melakukan hal-hal positif yang berkelanjutan. Seperti membiasakan meletakkan/menyimpan barang sesuai dengan tempatnya, membuat catatan kecil (do list) atas kewajiban-kewajiban yang harus kita kerjakan, juga menjaga produktivitas kerja otak dan kesehatan.
Dan lupa sendiri ada untuk menyadari betapa pentingnya
ingatan itu amat berharga. Pentingnya menghargai hal-hal yang saat ini kita
miliki sebelum siap untuk merasakan betapa menyesalnya kita saat kehilangan
mereka.
Comments