Bukan Pelakor Tapi...

2022 berakhir dengan sebuah pembelajaran besar dalam hidupku. Diberi cobaan berupa sakit demam berdarah hingga harus rawat inap selama 8 hari di Rumah Sakit. Dulu memang pernah berkata dalam hati pengen sakit sampai opname agar bisa punya waktu libur momong anak. Sedepresi itu. MaasyaAllah, hal yang tak terduga ternyata kata yang tak sempat terucap tersebut terjadi nyata. Naudzubillah tsumma naudzubillah. Cukup ya Allah, hamba bertaubat dari segala keinginan negatif. Rasa-rasanya untuk seseorang yang tidak pernah kenal suntik dan sakit parah, menginap di Rumah Sakit selama 8 hari cukup membagongkan. Sungguh nikmat sehat adalah segalanya.

Seminggu sebelum sakit kami merencanakan untuk staycation selama seminggu di hotel karena sudah mendekati libur akhir semester. Putri pertama kami sangat senang menginap di hotel. Karena ya mungkin perubahan suasana, kolam renang, dan liburan. Untuk seorang istri yang kesehariannya hanya berkutat di rumah dan antar jemput anak. Liburan adalah hal yang dinanti-nantikan dan harapkan. Aku yakin semua istri berpikiran sama. Liburan itu WAH banget lah.

Di minggu berikutnya musibah sakit yang tak terduga itu hadir. Selama menginap di rumah sakit tentu saja anak-anak dititipkan ke neneknya (ibu dari suamiku) selanjutnya yang dipanggil mbahti. Suatu hal yang wajar bukan, sementara keluargaku yang menunggu bergantian di rumah sakit. Suami datang merawat di hari ke4 pasca dinas dari Jakarta. Sementara suatu hari, terjadilah sebuah percakapan yang membuat aku tercengang. Memang gak heran kalo mbahnya anak-anak berkata seperti itu. Jadi si mbahti ini umurnya masih muda, cuma beda 12 tahun dari suamiku. Menikah dengan mbahkung yang jauh lebih tua, tidak kenal hp, dan tidak bisa naik motor. Jadilah mereka tidak pernah pergi bersama. Ya, mungkin kesepian dan sebagainya. Jadi suami bilang kalo mbahti ngajak jalan-jalan. Yang mengherankan adalah ajakan itu ia utarakan saat tanganku masih terbalut infus dan terbaring di rumah sakit.

Sebuah hal yang wajar saat seorang ibu mengajak anaknya jalan-jalan. Tidak apa-apa dan kamipun sering melakukannya. Hanya saja waktu yang tidak tepat membuat perasaan seorang menantu ini hancur. Akhirnya jadwal liburan seminggu yang telah lama direncanakan itupun terjadi tanpa aku. Suami dan anak-anak pergi bersama mbahtinya.

Kok sakit hati ya saya, rasanya seperti ada perempuan kedua. Bukan pelakor tapi ibu mertua. Apa hati aku aja yang kurang lapang. Apa aku aja yang kurang berkaca. Dia kan ibunya, wajar kan kalo suami mengutamakan ibu atas istrinya. Tapi tidak dipungkiri, dalam hati bergejolak seolah tidak rela. Belum lagi di saat yang sama lagi santer pemberitaan Rozi dan sang mertua. Trus karena kepala isi setan jadi kepikiran jarak 12 tahun kan tidak terlalu jauh. Ah yasudahlah. Entahlah, bagaimanapun aku akan terus belajar lagi untuk menjadi baik sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anakku. Tetap semangat dan terus mencoba. InsyaAllah bisa. Aamiiinn

Comments

Popular Posts